Thursday, 6 February 2014
Buah Pena Puncak Parewa
Di puncak Gunung Parewa
Angin masih bertiup sepoi
Sunyi yang menetaskan nada di ranting-ranting pepohonan,
Melayahkan romansa
Menderap gempita dzikir dedaunan
Mendayu berbaris-baris bebatuan
Seperti kawalan
Jiwa welas asih Sangaji Mbojo
Kudapati ditimang-timang oleh dedahanan
Terasa meruah tumpah, tuah leluhur Para Sultan
Deras menitik, haru di hati
Biru mengendap di langit
Rasanya tak perlu menjejak bersama 'Karao Me’e'
Untuk mengendus fosil sejarah di atas ngarainya sampai 'Lewa Mori'
Karena di sini…..,
Damai masa silam nampak menghijau di setiap huma
Mimpi pun terdengar bersenandung di dedaunan
Meranggas pekat belukar
Yang berbimbingan di antara rerimbunan tanaman 'Loka'
Di sini……,
Tak perlu mengasah belati dan berbekal sesaji
Lalu meliang bersama hewan melata
Untuk mengail mantera jin penghuni gua
Karena senja telah akan mendupa renta
Mengumpak malam
Dari atas sini terbuka mata
Hutan bukanlah belantara
Di bawah sanalah terlihat itu rimba
Ketika banyak keparat yang takut melarat
Bersahabat ulat tanah
Untuk terus menggerogoti jasad do’a para leluhurnya [Adn]
*Puncak Parewa, Februari 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment