Ilustrasi |
Hamparan lahan kering dan tandus, khas utama dari areal persawahan bernama
Limbu. Areal persawahan yang sejak jaman dahulu dikenal tidak produktif itu
kini mulai beralih fungsi menjadi tambak ikan air tawar. Berikut catatan Jompa
Mbojo oleh Mustamin.
Limbu seluas lebih kurang 50 hektar are hanya digenangi air saat musim
hujan. Ketika kemarau, hamparan lahan tersebut kering kerontang dan dipenuhi
rumput rumput liar. Praktis sepanjang tahun para pemilik lahan di wilayah
setempat tidak bisa bercocok tanam. Ibarat disulap, Limbu yang berlokasi di
Dusun Tani Mulya Desa Naru Kecamatan Woha tersebut mulai dipadati petak-petak
tambak. Setidaknya 22 petak tambak sudah tertata rapi dan siap untuk menebar
benih, kendati sebagian besar masih ada yang semi permanen.
Adalah Ruslan, warga Desa Naru-Woha yang mengklaim ide kreatif alih fungsi lahan tersebut berawal darinya bersama 3 orang temannya. Pada pertengahan tahun 1998 silam, mereka mulai bekerja keras untuk membuat kolam ikan air tawar secara swadaya, yang kemudian lama kelamaan membuat masyarakat lainnya berminat mengupayakan hal sama.
Tambak itu dibangun secara bertahap dengan segala keterbatasan biaya.
Bahkan, mereka harus berutang untuk menyewa orang serta alat berat yang
mengerjakan tambak itu. Ruslan mengaku, tambaknya seluas 30 are telah
menghabiskan biaya tidak kurang dari Rp5,2 juta. “Itupun masih semi permanent.
Tapi alhamdulillah sejak Tahun 2000 lalu Pemerintah Daerah Kabupaten Bima melalui
Dinas perikanan sudah mulai melirik keberadaan kolam ikan di sini,” akunya.
Senada juga disampaikan Anwar Yusuf yang juga memiliki lahan di Dana Limbu. Dia mengakui adanya bantuan pembangunan sarana dari Pemda. “Tahun 2000 lalu saya salah satu dari dua orang yang mendapat bantuan proyek pembangunan kolam yang didanai Pemda sebesar Rp50 juta untuk tiap petak tambak. Dan tahun ini, Pemda kembali mendanai untuk dua orang lagi,” jelasnya.
Beda dengan H. Usman, warga Desa Nisa Kecamatan Woha yang juga mendapat
bantuan proyek. Dia sangat bersyukur adanya dukungan dari Pemda terhadap upaya
pembudidayaan ikan air tawar. Namun, dia tidak sependapat tentang proyek itu
secara fisik “Saya lebih menyukai seandainya Pemerintah Daerah menghabiskan
dana Rp115 juta untuk pembangunan 20 petak tambak semi permanent dari pada
dengan biaya yang sama hanya dihabiskan untuk membangun 2 kolam permanent,”
gamblangnya.
Sementara Kelompok budi daya ikan air tawar So Limbu, optimis dengan hasil
yang akan dicapai kendati mereka tidak satupun berlatarbelakang pembudidaya
ikan air tawar. “Latar belakang bukanlah kendala yang berarti, untuk tekhnis
budi daya ikan air tawar dapat dipelajari sambil jalan. Yang diperlukan kerja
keras dan kerja sama diantara sesama pembudidaya, sehingga kendala tekhnis
maupun non tekhnis yang dihadapi dapat dipecahkan secara bersama,” jelas Azhar
H. Wahab, SE penggagas sekaligus Ketua Kelompok Pembudidaya ikan air tawar So
Limbu.
Azhar yang dikukuhkan awal Februari 2011 lalu ini menjelaskan, hasil
analisa usaha yang dia lakukan, setiap Rp100 yang dikeluarkan akan mendapatkan
penerimaan Rp111. Menyinggung masalah masalah yang dihadapi pembudidaya saat
ini, ia memaparkan dari 20 petak kolam yang sudah ada secara fisik saat ini,
yang menjalankan kegiatan usaha baru 4 kolam.
“Kendala besar yang saat ini dihadapi, pengairan tambak yang hanya mengandalkan curah hujan. Tidak heran sebagian besar pembudidaya masih duduk manis menunggu turunnya hujan. Empat kolam yang telah beroperasi diairi dari sumur bor, itupun mereka beruntung karena mendapatkan mata air. Kendala klasik lainnya, masih penguatan modal usaha dan menambah pengetahuan tekhnis bagi para pembudidaya,” paparnya. (**)
No comments:
Post a Comment