Ilustrasi |
Woha, 18 November 2013
Melihat tukang parkir di pusat-pusat perbelanjaan kota besar merupakan pemandangan yang lumrah. Tapi keberadaan tukang parkir yang beroperasi di bilangan pertokoan Tente masih saja terasa sebagai pemandangan yang tergolong baru. Keberadaan tukang parkir di Desa Tente memang sudah dimulai sejak 3 tahun silam, tetapi itu hanya di Terminal Tente dan sekitarnya. Tapi sejak setahun terakhir ini sudah lebih diberdayakan dan merambah di 7 titik perbelanjaan Pertokoan Tente.
Melihat tukang parkir di pusat-pusat perbelanjaan kota besar merupakan pemandangan yang lumrah. Tapi keberadaan tukang parkir yang beroperasi di bilangan pertokoan Tente masih saja terasa sebagai pemandangan yang tergolong baru. Keberadaan tukang parkir di Desa Tente memang sudah dimulai sejak 3 tahun silam, tetapi itu hanya di Terminal Tente dan sekitarnya. Tapi sejak setahun terakhir ini sudah lebih diberdayakan dan merambah di 7 titik perbelanjaan Pertokoan Tente.
Pusat Pertokoan Tente sudah mulai
terbiasa dengan lengking sempritan peluit dari mulut para tukang parkir, seolah
membungkam galaknya kebisingan jalanan ketika menghalau kendaraan yang melintas
di jalan raya untuk memberi ruang keleluasaan bagi kendaraan dari area
parkirnya yang akan keluar. Dan tidak lama berselang ruang parkir yang tadi
sempat kosong kembali terisi oleh kendaraan beroda dua lainnya. Lantas
ditinggal belanja oleh pemiliknya dengan perasaan aman.
Bilangan pertokoan Tente memang terhitung
ramai pengunjung. Sudah dari dulu Tente mengukuhkan diri sebagai pusat
perbelanjaan di wilayah Kae (meliputi kecamatan Woha, Belo, Monta dan Monta
Dalam). Maka tidak heran pada akhirnya Dishubkominfo Bima melirik juga peluang
pemberdayaan Lahan parkir di Tente.
Awalnya, menurut hemat Setia Dermawan,
Kepala Desa Tente kepada Jompa Mbojo ketika ditemui di ruang kerjanya
(18/11). Dalam kontrak kerja dengan
Dishubkominfo Kabupaten Bima, Lahan parkir tersebut mestinya akan dikelola
langsung oleh Pemerintah Desa Tente. Dengan penjabaran bagi hasil, 40 porsen
diserahkan kepada Dishubkominfo dan sisanya menjadi tambahan bagi pundi kas
Desa Tente.
Tetapi mungkin oleh Kepala Desa Tente
sebelumnya diserahkan hak kelolanya kepada Karang Taruna Desa Tente. Karena
masih menurut Darmawan sejak 8 bulan menjabat sebagai Kades Tente, ia tidak
pernah menerima setoran dari sektor lahan parkir tersebut. Sayangnya
Baharuddin, Kepala Karang Taruna Desa Tente ketika ingin dikonfirmasi tidak
berada di tempatnya.
Yang menarik, tentu saja dari sisi Tukang Parkirnya. Lahan parkir
tersebut seolah menjadi oase bagi mereka di tengah kerontangnya lapangan kerja.
Karena mereka hanya diwajibkan untuk menyetor 15 ribu per hari. Sedangkan
mereka mengaku dapat meraup pemasukan
rata-rata 80 ribu per hari. Dan dari 8 orang yang terdaftar sebagai
tukang parkir, 7 orang di antaranya adalah rekan-rekan pendatang dari Sumba.
Abraham, salah satu dari mereka, meski
bersimbah keringat di bawah teriknya matahari mengatur kendaraan yang terparkir
tidak nampak menderita. Sambil tersenyum ramah kepada Jompa Mbojo mengungkapkan
syukurnya menjadi bagian dari ‘squad’ tukang parkir Desa Tente. Baginya menjadi
juru parkir lebih baik berkali lipat dibandingkan dengan apa yang menjadi
profesi sesama pendatang lainnya yang banyak menjadi kuli di terminal dan pasar
Tente. Dengan intensitas pekerjaan yang relatif ringan dapat meraih penghasilan
yang lebih banyak.
Menurut Abraham, bagi pemilik kendaraan
uang seribu perak untuk membayar jasa parkir tentu tidak akan mebuat dompetnya
sekarat. Tidak ada artinya dibandingkan dengan rasa aman dari kecurian sepeda
motor yang sekarang marak terjadi. Belanja jadi lebih fokus dan efisien, atau
mengisi perut jadi lebih lahap dan nikmat. [Mus]
No comments:
Post a Comment