Woha, 18 November 2013
Gundukan sampah yang senakin meresahkan di sepanjang tebing sungai Jembatan Tente. Hanya berharap banjir datang menggerusnya |
Melihat sampah
yang kian hari semakin menggunung di kolong Jembatan Tente memang bikin resah.
Warga yang kebetulan bertetanggaan dengan jembatan kerap mengeluhkan tumpukan
sampah tersebut. Apalagi di awal musim hujan, aroma
tak sedap bahkan semakin tersiar sampai di meja makan. Demikian diakui oleh
Zulkarnain, salah seorang warga Desa Naru.
Jembatan Tente
adalah penghubung antara Desa Tente dan Desa Naru yang terpisah oleh aliran
sungai. Sungai itulah yang kemudian
dialih-selewengkan warga dari berbagai penjuru sebagai ’liang’ sampah. Untung,
jika banjir datang kemudian menggusur pergi gundukan-gundukan sampah tersebut. Kalau
tidak, maka gundukan-gundukan sampah itu akan semakin menebing.
Zul kepada Jompa Mbojo (18/11)
menyesalkan Camat Woha yang terkesan acuh tak acuh menyikapi masalah sampah
tersebut. Padahal menurutnya ia sudah pernah mengusulkan agar setidaknya
dibuatkan papan peringatan yang melarang membuang sampah di lokasi dimaksud. Dengan
papan peringatan setidaknya menurut Zul akan membuat warga merasa risih untuk
terus membuang sampah di situ.
“Tidak bisa tidak warga tentunya
sadar sedang mencemari sungai, Tapi perilaku tidak sehat dan tidak bertanggung
jawab perlu diingatkan. Minimal dengan papan peringatan. Tanpa peringatan
tertulis warga akan keterusan. warga akan merasa tidak bersalah jika membuang
sampah di situ“ Pungkasnya.
Setia Dermawan,
Kepala Desa Tente membenarkan tentang adanya keluhan dari beberapa warganya.
Dan ia mengaku sering menghimbau agar warganya tidak sembarangan membuang
sampah di kolong jembatan. Tapi menurut Dermawan Desa-desa lain juga punya
andil mencemari sungai tersebut.
“Parahnya
lagi, tidak sedikit Tukang Sampah dadakan yang disewa oleh ’pemilik’ sampah
untuk dibuangkan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tapi mereka curang
membuangnya ke situ“ Terang Dermawan.
Padahal menurut
Dermawan, Pemerintah sudah menghabiskan dana miliaran rupiah untuk membangun
TPA di penghujung Desa Wadu Wani sana. Tapi
menurut Zul tidak cukup Pemerintah membangunkan TPA di lokasi yang nota bene
cukup jauh seperti itu. Mestinya pemerintah menunjuk titik-titik tertentu
sebagai ’terminal’ sampah, guna menunggu jemputan dari truk pengangkut sampah.
Dermawan memaklumi permasalahan itu,
ia mengingat dulu pernah dibahaskan tentang penunjukan titik-titik tersebut dan
konon dana untuk pengadaan truk pengangkut sampah akan disediakan oleh
Pemerintah Pusat tapi nyatanya berbilang tahun belum juga direalisasikan.
Kepada Jompa Mbojo, Zul meragukan
efektivitas TPA (yang waktu pembangunannya dulu juga menjadi bahan kontroversi
dan demonstrasi) jika tidak diadakan truk pengangkut sampah. “Percuma
pemerintah menghabiskan dana miliaran rupiah membangun TPA, kalau pemerintah
sendiri enggan mengikutkan anggaran dana untuk pengadaan truk pengangkut
sampah“ Tegas Zul. [Mus]
No comments:
Post a Comment