Renato, S.Hut ketika ditemui di So Paria |
Woha, 24 November 2013
Banyak hasil penelitian yang menguatkan bahwa
Sorghum Manis merupakan bahan baku yang handal untuk memproduksi bioetanol. Sementara
bioetanol sendiri merupakan bahan bakar alternatif yang potensial sebagai
solusi ketergantungan kita pada bahan bakar minyak. Demikian alasan utama yang
membuat PT. Sumirana mengembangkan sayap ekspedisinya sampai ke So Paria Desa
Tenga Kecamatan Woha.
PT. Samarina merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak di bidang pengolahan hasil hutan. Menurut Renato, S.Hut ketika ditemui
Jompa Mbojo di So Paria (24/11). Sebagai Tekhnisi Lapangan ia telah banyak
berkeliling melakukan survey di banyak pelosok wilayah Kabupaten Bima dalam
rangka mencari lahan tidur. Di mata Perusahaannya, Bima sangat ideal untuk pengembangan
budidaya sorghum. Lahan keringnya yang terlantar masih luas tersebar di banyak wilyah, iklim Bima
yang relatif kering juga sangat mendukung pertumbuhan sorghum. Bukan pula
kebetulan menurutnya So Paria dijadikan sebagai lahan uji coba penanaman
sorghum manis tersebut.
Banyak faktor dan variabel yang dilibatkan sebagai
bahan pertimbangan dalam memilih lokasi. Diakuinya So Paria sangat ideal
dijadikan sebagai lahan uji coba. Pertama, secara ekonomis perusahaannya belum
berniat untuk membeli lahan. Kedua, berdasarkan hasil pengamatan dan uji kualitas
tanah ternyata So Paria memenuhi syarat budidaya sorghum manis.
“Kita masih dalam tahap uji coba. Kita akan mengukur
dulu tingkat produksi sorghum per hektarnya, dan kita akan bandingkan dengan
biaya produksi. nanti jika sesuai dengan target perusahaan Insya Allah kita akan
menargetkan So Paria dalam waktu yang lama” terang Renato. Alumni IPB Tahun
2011, Jurusan Teknologi Hasil Kehutanan ini juga mengaku bahwa Perusahaan
tempat ia bernaung masih terbilang baru, yaitu 2 tahun. Jadi harus sangat
selektif dalam memilih lokasi yang benar-benar menguntungkan secara ekonomis.
Langkah selanjutnya yang telah dilakukan Renato
adalah dengan mengirim sampel sorghum untuk diteliti lebih lanjut oleh Tim di
Laboratorium perusahaan. Di sana akan diuji kandungan dari sorghum, dan akan
diketahui kualitasnya. Karena masih menuirut Renato, tiap-tiap lokasi lahan
memeiliki karakteristik tanih yang berbeda dan itu akan mempengaruhi pula
kualitas sorghum.
“Idealnya sorghum yang dijadikan sampel untuk diuji
adalah yang berumur 30 hari. Dan sampelnya sudah dikirim ke Jakarta untuk diuji
lanjut” jelas Renato. “Kemarin, para penggarap lahan terheran-heran kenapa baru
sebulan ditanam sudah dipanen. Padahal tidak, itu hanya untuk sampel. Untuk
panen sendiri kita akan memanfaatkan batang dan daunnya saja, kira-kira setelah
sorghum berumur 60-70 hari” Terangnya lebih lanjut.
Renato mencontohkan lahan yang pernah digarap
perusahaannya di wilayah Tambora, bisa menghasilkan 50 – 70 ton produksi daun
dan batang per hektar dan itu layak untuk terus dikembangkan. Sementara untuk
biji bisa mencapai 3 ton per hektar.
Sekarang, sambil menunggu kabar hasil uji kualitas dari
Jakarta, Renato sedang melirik-lirik ternak sapi untuk dibudidayakan di atas
lahan yang sama. “Sorghum juga bisa digunakan sebagai pakan ternak yang
berkualitas. Sorghum sekarang banyak dikembangkan sebagai single feed (pakan tunggal, Red) ternak. Karena sorghum mengandung
zat dan nutrisi yang komplit bagi ternak” Jelasnya. [Mus]
No comments:
Post a Comment