Melewati hari kedua, hingga Pukul 15.30, Kamis (26/12) banjir
di Kecamatan Woha belum juga memperlihatkan tanda-tanda akan surut. Ketinggian
air di beberapa tempat masih setinggi leher. Kondisi warga korban banjir
terlihat semakin memperihatinkan. Berikut laporan Alva, saat memantau kondisi
banjir di beberapa lokasi Woha.
Warga Korban Banjir
Banyak Mengungsi
Lebih dari separuh Warga Dusun Tani Mulya di Desa Naru dan
warga Dusun Beringin Desa Nisa lebih memilih untuk mengungsi di rumah-rumah
saudara mereka yang tidak tergenang banjir ketimbang terus bertahan di rumah
mereka. Menurut mereka, hal itu lebih baik mengingat kediaman mereka tidak lagi
bisa digunakan sebagai tempat memasak. Belum lagi masalah ketersediaan air
bersih untuk mandi dan keperluan lainnya. “Tidak mungkin kita tinggal di rumah.
Lhah, banjir tinggi begitu. Masa
tinggal di rumah. Bisa apa kita di situ (rumah, red),” keluh Junaid (42) warga
Dusun Beringin.
Di Dusun Tani Mulya, warga yang memiliki rumah berlantai sudah
memilih mengungsi sejak sore kemarin (25/12). Sedangkan warga yang memiliki
rumah panggung, terpaksa ikut mengungsi malam-malam. Karena menurut pengakuan
warga, sekitar pukul 23.00, ketinggian banjir sudah melampaui lantai rumah
panggung mereka. Rata-rata tinggi rumah panggung warga adalah 1.5 m. Naasnya
lagi, warga yang mengungsi di Mesjid Ar-Rahmah Pucuke sejak sore kemarin
terpaksa harus pindah di lantai 2 yang luasnya tidak seberapa. “Melihat gelagat
banjir yang naik perlahan tapi pasti membuat kita was-was juga. Jadi tidak apa
lah ‘berenang’ malam-malam daripada meringkuk khawatir di rumah,” Kata Saiful (43)
Warga Dusun Tani Mulya.
Beberapa Ruas Jalan
Masih Belum Bisa Dilintasi
Ada
2 ruas jalan di Woha yang masih mustahil untuk dilintasi, yaitu jalan yang dari
Desa Tente menuju ke Desa Cenggu Kecamatan Belo. Sehingga otomatis desa-desa
lain setelah Cenggu yang akan ke Woha harus berjalan memutar ke utara melewati Jalan
baru Di Desa Talabiu Woha. Sementara di Jalan Baru Talabiu sendiri, beberpa
ruasnya dikhabarkan belum cukup leluasa untuk dilewati oleh kendaraan beroda
dua.
Jalan kedua yang masih belum bisa dilewati adalah jalan yang
dari Desa Naru menuju Desa Waduwani dan Desa Keli. Ini adalah jalan yang
melewati Dusun Tani Mulya, dimana badan jalan sepanjang ratusan meter masih
digenangi air setinggi dada. Boleh dibilang Waduwani terisolir total bagi kawasan
timur Woha. Satu-satunya jalan dari Tente jika menuju Waduwani adalah dengan
memutar ke barat, melewati Desa Samili dan 4 desa lainnya sebelum masuk ke
Keli. Perjalanan akan memakan waktu yang lama, sekitar 3 jam. Belum lagi di
batas barat Desa Waduwani, sekitar 50 meter badan jalannya dikhabarkan masih
tergenang setinggi roda sepeda motor.
Pedagang Di Tente
Membuka Lapak di Pinggir Jalan
Lokasi Pasar Tente boleh saja masih tergenang banjir setinggi
paha, tetapi bukan pedagang namanya kalau tidak punya alternatif lain dari ‘hal
kecil’ semacam itu. Untuk memenuhi kebutuhan sembako warga Woha dan sekitarnya.
Para pedagang terpaksa membuka lapak
dagangannya di pinggir jalan sepanjang pertokoan utara Desa Tente. Luar biasa,
sebagaimana pengakuan para pedagang yang berasal dari Desa Samili ketika
ditemui di lokasi, sejak pukul 2.00 dini hari mereka sudah menggelar dagangannya
di tempat tersebut. Ketika kami meliput pada Pukul 7.00 pasar dadakan tersebut
sudah terlihat ramai dikunjungi warga. Sayur-sayuran dan ikan segar berjejal
penuh di kedua sisi jalan.
Untungnya, arus lalu lintas menuju ke arah Cenggu memang
sudah terhenti total. Sehingga para pedagang tersebut bisa dengan leluasa
membuka lapak sampai menyinggung badan jalan yang bebas dari genangan banjir,
tanpa mengganggu arus lalu lintas sebagaimana hari-hari biasanya. [Alv]
No comments:
Post a Comment