Areal persawahan yang terbentang luas di antara Desa Naru
dan Desa Tenga adalah merupakan area terparah di Kecamatan Woha yang diterjang banjir
pada akhir Desember lalu. Tidak heran jika hingga kini (6/1/2014) sebagian
besarnya masih belum bisa digarap kembali akibat air banjir yang masih
tergenang hampir setinggi pematang.
Sebagaimana diakui oleh Sanusi Yusuf (53) kepada Jompa Mbojo
di kediamannya. Warga Desa Naru yang juga pemilik lahan di area tersebut
menyatakan, bahwa sementara ini ia dan para pemilik lahan lainnya hanya bisa
menunggu genangan akan mengering secara alami. Karena menurutnya upaya menguras
air dengan bantuan mesin sangat sulit untuk dilakukan, mengingat jauhnya sungai
dan kali sebagai tempat pembuangan air.
Sanusi memperkirakan, jika cuacanya cerah, maka dalam 3 hari
ke depan ia sudah bisa mulai menggarap untuk kemudian ditanami kembali. Untungnya
menurut Sanusi, menggarap kembali lahan yang terbebas dari banjir relatif lebih
mudah dibandingkan dengan mengarapnya di saat kering. Karena tanah telah menjadi
lembut dan tanaman pengganggu biasanya mati terendam air. Belum lagi menurut
hematnya, kebutuhan pupuk untuk penggemburan awal juga relatif sedikit.
“Kami hanya berharap intensitas hujan tidak lagi tinggi.
Kalau hujan tinggi, bisa dipastikan kami akan terlambat panen. Terlambat panen
itu rugi, tapi kita khan hanya bisa berharap karena cuaca di luar kendali kita
khan?” katanya tanpa menjelaskan pasal kerugian yang disebabkan oleh
keterlambatan panen.
“Lagian bukan hanya di So Sambi yang masih tergenang, coba
lihat di Rabakodo dan Nisa juga masih banyak yang bernasib sama dengan kita”
Imbuhnya.
Tapi meski sebagian besar lahan di areal persawahan yang
biasa disebut sebagai ‘So Sambi’ tersebut masih terlantar, sebagian kecil
lainnya yang rata-rata bersebalahan dengan badan jalan sudah ada yang telah
kembali diolah dan ditanami oleh sejumlah petani. “Sawah mereka itu tinggi
(tempatnya), jadi air cepat turun, beda dengan kita.” Jelas Sanusi kembali. [Alv]
No comments:
Post a Comment