Setelah rampung secara administrasi, Akhirnya Pihak Pemerintah
Kecamatan Woha pada Kamis (9/1) melantik secara resmi anggota BPD se-Kecamatan
Woha Periode 2014-2020. Acara tersebut mengambil tempat di Aula Kantor
Kecamatan Woha dan dihadiri oleh setiap anggota BPD dan seluruh Kepala Desa
atau perangkat yang mewakili.
Pelantikan sekaligus pengambilan sumpah anggota BPD tersebut dilakukan langsung oleh Camat Woha, Drs. Dahlan didampingi oleh seorang Rohaniawan Islam. Untuk diketahui, Woha terdiri dari 15 desa, dan jumlah anggota BPD tiap desa bergantung pada banyaknya dusun dalam suatu desa. Adapun total keseluruhan anggota BPD di Woha adalah 129 orang.
Usai pelantikan dan pengambilan sumpah, dalam sambutannya, Dahlan meminta kepada seluruh anggota BPD yang dilantik agar jangan main-main dan menjalankan amanah yang diberikan dengan sungguh-sungguh. Dahlan mengingatkan agar anggota BPD kembali mengevaluasi kembali kinerja BPD yang sebelumnya. Sehingga akan ditemukan banyak kelemahan dan tugas BPD baru adalah memperbaiki kelemahan yang pernah ada.
Dahlan mencontohkan salah satu kelemahan BPD sebelumnya
adalah kurang berkomunikasi dengan Pemerintah Desa, dalam hal ini adalah Kepala
Desa (Kades). Padahal menurutnya antara BPD dan Kades adalah mitra. Sementara
kepada Kades yang hadir, Camat menghimbau agar BPD jangan dianggap sebagai
‘bisul’. “Sekali lagi saya ingatkan (Kepala Desa), BPD adalah mitra. Jalin
komunikasi dengan mereka (BPD). Untuk BPD sendiri, BPD tidak boleh menganggap
sebelah mata permasalahan yang ada di desa. Kalau ada permasalahan yang timbul,
tanggapi dengan cepat dan selesaikan dulu di desa,” tandas Dahlan.
Berdasarkan pengalamannya selama ini, hal lain yang dianggap
penting oleh Dahlan adalah mekanisme pengambilan keputusan dalam tubuh BPD.
“Keputusan BPD adalah keputusan kolektif. Ketua (BPD) tidak boleh arogan dan
mengambil keputusan secara sepihak.” Imbuhnya.
Sementara itu, Kepala
Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMDes), Putarman, SE ketika mengisi
sambutannya lebih banyak membahas tentang hak dan kewajiban anggota BPD sebagai
unsur legislatif di Tingkat Desa. Ia juga menggambarkan periode 2014-2020 sebagai periode istimewa. Jika sebelumnya anggota BPD 'hanya' diresmikan melalui proses
pengesahan saja, tapi periode yang sekarang. BPD diresmikan melalui proses
pelantikan dan pengambilan sumpah.
Gambaran tersebut menurutnya merupakan isyarat, bahwa
kedudukan BPD setara dengan seorang Kades. “Kepala Desa dilantik dan disumpah.
Sekarang ini, BPD juga dilantik dan disumpah. Isi sumpahnya sama dengan isi
sumpah Kepala Desa,” pungkasnya. Keistimewaan lain menurut Putarman adalah,
kalau dulu BPD adalah kepanjangan dari Badan Perwakilan Desa tapi sekarang
berubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Implikasinya adalah mekanisme yang
diutamakan dalam mengambil sebuah keputusan adalah dengan cara musyawarah dan
mufakat, sedangkan voting adalah jalan terakhir yang perlu ditempuh.
Ada hal menarik sekaligus dirasa lucu oleh Putarman, yaitu
tentang ‘Fungsi Anggaran’ dari BPD selama ini. Karena kebanyakan BPD tidak
mengetahui besarnya Dana Pemberdayaan Desa yang digelontorkan ke desanya. “Itu
kan lucu. BPD datang ke kantor saya untuk mempertanyakan besarnya dana, padahal
mereka bisa bertanya kepada Kepala Desa. Itu memang wewenang BPD. Jadi saya
suruh mereka bertanya kepada Kepala Desanya. Bukan karena saya tidak tahu, tapi
saya kembalikan ke mekanismenya,” jelas Putarman.
Kehadiran Kepala Desa dalam acara pelantikan BPD juga
disorot oleh Putarman. Menurutnya, aneh kalau Kepala Desa itu tidak ikut
menghadiri pelantikan BPD. “Kebanyakan mereka (Kepala Desa) mewakilkannya
kepada Sekretaris Desa. Perlu dipertanyakan kalau seorang Kepala Desa tidak
hadir dalam pelantikan mitranya (BPD). Tapi di Woha bagus. Hampir 90% Kepala
Desa hadir,” katanya memuji. [Adn]
No comments:
Post a Comment