text-align: left;"> KAMPUNG MEDIA "JOMPA - MBOJO" KABUPATEN BIMA: Diprotes, Kawasan Ina Hami Disebut Kompleks Pasar Tradisional
Info

SELAMAT DATANG

Di Kabupaten Bima, Komunitas Kampung Media pertama yang dibentuk yakni, JOMPA MBOJO. Pasca dikukuhkan di Kantor Camat Woha pada tahun 2009, Kampung Media JOMPA MBOJO secara langsung membangun komunikasi dengan DISHUBKOMINFO Kab. Bima. Pada Jambore Kampung Media NTB (15/9/2012), JOMPA MBOJO mendapatkan penghargaan pada kategori “The Best Promotor”, yang merupakan penilaian tentang peran serta Pemerintah Daerah dalam menunjang segala kegiatan Komunitas Kampung Media, dan juga dinobatkan sebagai DUTA INFORMASI.

Sekilas Tentang Admin

Bambang Bimawan, tapi biasa dipanggil Bimbim.

Wednesday 20 November 2013

Diprotes, Kawasan Ina Hami Disebut Kompleks Pasar Tradisional



Zul, ketika bersantap di salah satu Depot di Kawasan Ina Hami atau yang sekarang dinamai Kompleks Pasar Tradisional Tente

Woha, 20 November 2013

Pajangan nama Kompleks Pasar Tradisonal pada lapak bangunan Pemerintah Kabupaten Bima di Desa Tente Kecamatan Woha yang diresmikan baru-baru ini, menuai protes dari masyarakat. Pasalnya, nama pasar tradisional berbanding terbalik dengan kondisi lapak dan deretan dagangan yang dijajakan dalam kawasan yang disebut Ina Hami tersebut.

Sirajuddin alias Kolly, warga Desa Tente Kecamatan Woha, melayangkan protes atas nama yang dipajang pemerintah tersebut. Kata dia, ketika masuk ke dalam kompleks yang diberi label Pasar Tradisional, kesannya malah seperti nongkrong dalam areal terminal. Sebaliknya, ketika memasuki areal terminal seolah kesasar masuk ke dalam Kompleks Pasar Tradisional.

Kolly yang kerap nongkrong di tempat yang ia kenal dengan ‘Ina Hami’ tersebut merasa janggal jika tempat yang notabene dibangun sebagai tempat tongkrongan oleh Pemda Bima tersebut diberi label Pasar Tradisional. “Nama ini merusak suasana,” sesalnya sembari mendongak mempelototi papan nama ‘Kompleks Pasar Tradisional Desa Tente Kecamatan Woha’.

Kolly berdalih, jika orang mendengar nama Pasar Tradisional Desa Tente Kecamatan Woha, orang pasti akan membayangkan pasar tersebut menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan pokok atau ikan, buah, sayur-sayuran, telur, atau daging yang digelar tumpah di tempat terbuka, kadang dibuatkan tenda atau gerai.

“Bukan hanya saya yang merasa janggal dengan nama itu, tapi rata-rata teman lain juga sama. Harusnya kalau diprioritaskan sebagai tempat tongkrongan, carilah nama yang lebih keren” ketus Kolly.

Drs. Dahlan, Camat Woha membenarkan bahwa ‘Kompleks Pasar Tradisional Tente’ diprioritaskan sebagai tempat tongkrongan, karena hematnya dalam klausal usaha tidak dibenarkan untuk menjual sembako, ikan dan sayur mayur. Kata Dahlan, kompleks dimaksud masih dalam tahap pengembangan.

“Pemda melarang para pedagang kompleks utnuk membangun tenda di depan depotnya secara manual (swadana, Red), karena nanti Pemda akan membangunkan tenda di depan masing-masing depot sebagai tempat lesehan” Terang Dahlan.

Diakui Dahlan, nama itu memang sedikit mengganjal tapi bukanlah masalah yang serius, “Apalah artinya sebuah nama” Tanggap Dahlan retoris. Menurut Dahlan nama ‘Pasar Tradisional’ itu tidaklah benar dikatakan melenceng, ia mencontohkan di Kota-Kota besar masih banyak Pasar Tradisional sejenis. Tapi bagi Kolly lain lagi, nama dalam konteks pemasaran modern adalah bagian dari nilai tawar dan ia berharap agar Pemda bisa mempertimbangkan ulang penamaan kompleks tersebut. [Mus dan Zul]

No comments:

Post a Comment