text-align: left;"> KAMPUNG MEDIA "JOMPA - MBOJO" KABUPATEN BIMA: Lapak Dadakan di Pinggir Sawah
Info

SELAMAT DATANG

Di Kabupaten Bima, Komunitas Kampung Media pertama yang dibentuk yakni, JOMPA MBOJO. Pasca dikukuhkan di Kantor Camat Woha pada tahun 2009, Kampung Media JOMPA MBOJO secara langsung membangun komunikasi dengan DISHUBKOMINFO Kab. Bima. Pada Jambore Kampung Media NTB (15/9/2012), JOMPA MBOJO mendapatkan penghargaan pada kategori “The Best Promotor”, yang merupakan penilaian tentang peran serta Pemerintah Daerah dalam menunjang segala kegiatan Komunitas Kampung Media, dan juga dinobatkan sebagai DUTA INFORMASI.

Sekilas Tentang Admin

Bambang Bimawan, tapi biasa dipanggil Bimbim.

Wednesday 20 November 2013

Lapak Dadakan di Pinggir Sawah



Ma'ati ketika menata dagangannya
Woha, 20 November 2013

Ada banyak cara bagi masyarakat untuk menjajakan hasil panen. Seperti di jalur lintas Tente – Parado, tepatnya di persawahan Desa Tenga Kecamatan Woha, ditemukan beberapa lapak dadakan yang dibangun masyarakat untuk menjual berbagai jenis buah dan sayur.

Jualan yang mereka gelar biasanya merupakan hasil panen dari usaha tani suaminya masing-masing. Terkadang, ada pedagang yang terpaksa membiarkan lapaknya kosong jika usaha tani suaminya terserang hama sampai tidak bisa dipanen. Bahkan, ada juga yang menjual hasil panen orang lain untuk mencari nafkah. “Jika suami saya tidak panen, lapak saya kosong. Tapi kalau ada teman yang mau dijualkan hasil panennya saya bantu dagangkan meski untungnya sedikit,” keluh Ma’ati.

Ma’ati telah menekuni usaha dagang di pinggir jalan tersebut selama hampir 5 tahun. Ibu empat anak ini dituntut kreatif untuk bisa ikut membantu perekonomian keluarga. Sebab, jika hanya mengandalkan usaha tani suami, tidak cukup menyekolahkan anak. Karena hanya mengandalkan hasil panen suaminya itu maka jenis dan kuantitas bahan dagangpun tidak menentu.

“Tergantung musim dan hasil panen. Kalau musim semangka, saya menjual semangka. Kalau musim tomat kita jual tomat,” terang Ma’ati. Saat dijambangi Jompa Mbojo (20/11), lapak dadakan yang hanya beratap terpal itu dipenuhi mentimun karena pada saat itu sedang musim mentimun.

Ma’ati dan rekan-rekannya mengaku, membuka lapak di kawasan persawahan malah lebih besar keuntungannya dibandingkan dengan menggelar dagangan di pasar Tente. Katanya, selain dapat menekan biaya transportasi, waktu berkunjung pembeli di pasar juga terbatas.

“Beda dengan di sini bisa sampai sore. Di pasar hanya sampai jam 11 sudah sepi. Lagi pula kalau gelar dagang di Pasar Tente butuh modal besar. Di sini kami tidak butuh modal karena jual hasil panen suami,” terangnya.

Ma’ani mengaku bisa mendapatkan untung antara Rp50 – 150 ribu per hari jika hasil panen suaminya ada. Namun jika tidak, Ma’ani membutuhkan modal juga meski tidak sebesar modal yang dibutuhkan di Pasar Tente.

“Jika mau untung terus harus ada modal untuk beli bahan dagang dari panen orang lain. Karena ketersediaan jualan maka untung yang kemarin-kemarin habis buat makan dan belanja anak,” jelas Ma’ani.

Menurut perhitungan Ma’ani, modal Rp1,5 juta sudah cukup baginya. Dengan modal tersebut ia memperkirakan bisa untuk menjaga stock bahan dagangan dan menyediakan lebih dari satu jenis bahan untuk menarik pembeli yang lewat atau sengaja datang untuk belanja. “Modal Rp1.5 juta saya yakin dapat menstabilkan keuntungan perharinya yang berkisar antara 50 – 150 ribu,” tandasnya. [Mus]

No comments:

Post a Comment