Bandar Udara M.Salahuddin Bima, persiapkan bahan upaya Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) RI nomor 1232 K/Pdt/2007 dalam obyek sengketa lahan 1,74 Ha di So Kalibuda.
Di atas lahan seluas 1,74 Ha kini telah terbangun aset vital milik negara seperti menara pengatur lalu lintas udara serta tempat penimbunan bahan bakar pesawat tersebut terletak di watasan Desa Belo Kecamatan Palibelo sejak puluhan tahun silam.
Kepala Bandara M.Salahuddin Bima melalui Kepala Operasional Darat dan Udara, M.Ikhsan yang menanggapi amar putusan kasasi MA RI, mengaku, telah mengetahui isi amar putusan kasasi MA RI tersebut atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) NTB diajukan tergugat I sebagai pemohon kasasi. “Kita sudah diundang Pengadilan soal rencana eksekusi itu,” ujarnya.
Menurutnya, rencana pelaksanaan eksekusi yang akan dilakukan juru sita Pengadilan Negeri Raba Bima tersebut sesuai dengan amar putusan kasasi MA RI. Tetapi itu untuk kepentingan umum dan terdaftar termasuk inventaris negara.
Di atas lahan seluas 1,74 Ha kini telah terbangun aset vital milik negara seperti menara pengatur lalu lintas udara serta tempat penimbunan bahan bakar pesawat tersebut terletak di watasan Desa Belo Kecamatan Palibelo sejak puluhan tahun silam.
Kepala Bandara M.Salahuddin Bima melalui Kepala Operasional Darat dan Udara, M.Ikhsan yang menanggapi amar putusan kasasi MA RI, mengaku, telah mengetahui isi amar putusan kasasi MA RI tersebut atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) NTB diajukan tergugat I sebagai pemohon kasasi. “Kita sudah diundang Pengadilan soal rencana eksekusi itu,” ujarnya.
Menurutnya, rencana pelaksanaan eksekusi yang akan dilakukan juru sita Pengadilan Negeri Raba Bima tersebut sesuai dengan amar putusan kasasi MA RI. Tetapi itu untuk kepentingan umum dan terdaftar termasuk inventaris negara.
Ia memaparkan, dalam Undang-undang (UU) nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, dalam pasal 50 menyebutkan barang-barang yang bergerak maupun tidak bergerak yang tercantum sebagai inventaris negara tidak boleh disita. “Lahan tersebut sudah tercantum sebagai harta kekayaan negara. Bandar udara untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan perorangan atau di atas kepentingan pribadi. Apalagi di atas lahan tersebut sudah dibangun aset vital,” terangnya.
Aset vital yang telah terbangun yang dimaksud Ikhsan, yakni menara pengaturan lalu lintas udara dan tempat penimbunan bahan bakar pesawat. “Kalau menara itu dibongkar, bagaimana cara pengaturan pesawat di udara”, tanyanya.
“Begitu pula dengan tempat penimbunan bahan bakar pesawat. Kalau itu dibongkar, bahan bakar untuk pesawat mau di simpan di tempat mana. Sementara pesawat sewaktu-sewaktu membutuhkan bahan bakar”, ungkapnya.
Menyinggung poin ke empat isi amar putusan kasasi MA RI yang mengatur perkiraan biaya ganti rugi apabila tidak dapat disita, dapat dilakukan ganti rugi sesuai harga pasar obyek, namun pihak bandara nampaknya menanggapi dinggin.
Menurut Ikhsan, pihaknya tidak mungkin membayar biaya ganti rugi lahan dimaksud pada penggugat selaku pemenang dalam sengketa tersebut. Sebab, lahan itu sudah dibeli, dengan uang negara. Sebenarnya kita ingin gugat penjual lahan tersebut, tetapi orangnya sudah meninggal. Apa anak dan cucu penjual lahan, yang kita gugat, tentu tidak mungkin, karena mereka tidak menikmati uangnya. “Kalu ganti rugi lahan, hal yang tidak mungkin”, tegasnya.
Ia menambahkan, lahan tersebut dibeli pihaknya sekitar tahun 1980-an silam dari warga setempat. Ikhsan tidak mengingat persis nilai jual per are pada saat dibeli. Pada saat dibayar, lahan dimaksud masih dalam kondisi seperti tambak. (JOE)
No comments:
Post a Comment