Gedung Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Woha yang berlokasi di Desa Talabiu, dipinjampakai oleh sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ditengarai belum jelas statusnya. Tidak jelas ‘kontrak kerja’ kedua belah pihak dalam melangsungkan kerja sama operasional pendidikan pada asset pemerintah dimaksud.
Fahrir HM.Nor S.Sos, aktivis Bima menyoroti kebijakan pemerintah yang memberikan ‘keistimewaan’ pada perguruan tinggi bernama Sekolah Tinggi Agama Islam Sultan Abdul Kahir Bima itu. Kata dia, jika saja terjadi kerusakan asset sekolah yang diakibatkan oleh aksi mahasiswa, hal tersebut tentu menghambat kelangsungan aktivitas belajar warga sekolah setempat.
Dia mencontohkan, aksi demonstrasi mahasiswa yang baru-baru ini terjadi, sangat mempengaruhi psikologis siswa SMP yang masih kategori anak-anak, meski pemanfaatan gedung itu oleh STAIS Bima dimulai pada siang sampai sore hari. “Mahasiswa yang meminjampakai gedung itu sempat melakukan aksi saat berlangsungnya proses belajar mengajar di SMP setempat. Bukankah cara itu mengganggu ketenagan anak-anak,” tanya Fahrir.
Dia meminta, Pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan tak seimbang dan memberikan keistimewaan pada kelompok-kelompok tertentu. Karena hal tersebut bisa berdampak pada dunia pendidikan di Bumi Bima. “Bukannya kami tidak sepakat akan hadirnya perguruan tinggi di daerah. Tapi kalau status perguruan tinggi itu tidak jelas dan memanfaatkan asset pemerintah dalam melangsungkan operasionalnya, patut dipertanyakan. Bagaimana jika kelompok masyarakat lain yang ingin mendirikan perguruan tinggi dan meminjampakai sarana pemerintah? Apa akan diakomodir juga,” herannya.
Sementara Kepala SMPN 3 Woha, Amiruddin, S.Pd yang didatangi di ruang kerjanya baru-baru ini, seolah tak bisa menjawab pertanyaan Jompa Mbojo. Dia hanya menjelaskan, pinjam pakai sarana sekolah itu hanya bersifat sementara dan ada sharing pembangunan yang dilakukan oleh pihak perguruan tinggi.
“Sudah ada satu unit gedung yang dibangun oleh pihak STAIS walaupun gedung itu belum dituntaskan pembangunannya. Bahkan, rekening listrik dibayar oleh pengelola STAIS. Menyoal hal lain, saya tak bisa komentar karena itu bersifat kebijakan dari pimpinan,” tandas Amiruddin. (Tim Jompa)
No comments:
Post a Comment