Setiap musim tanam, keberadaan pupuk urea kerap menjadi masalah yang dihadapi oleh para petani. Selain langka, harga penyubur tanaman ini sering dikeluhkan, menyusul adanya indikasi dinaikan secara sepihak oleh oknum pengecer.
Belakangan ini, petani di Kecamatan Woha mengeluhkan harga pupuk yang melambung tinggi. Kabarnya, harga per sak tembus hingga angka Rp130 ribu. Penjualan yang lebih dari Harga Eceran Tertinggi (HET) ini tentu melahirkan keresahan dan pertanyaan mendalam.
Padahal, ketentuan harga sebagaimana keputusan menteri pertanian Nomor 107/KPTS/SR.130/2/2004 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi , harga Pupuk Urea Rp.1050 per kg, Pupuk SP-36 Rp. 1400 per kg, Pupuk ZA Rp950 per kg dan Pupuk NPK Rp.1600 per kg.
Sulaiman asal Desa Tente, mengaku kecewa dengan banderol pupuk yang ada di beberapa pengecer. Diketahuinya, harga dari distributor hanya Rp75 ribu per sak. Katanya, penjualan diatas HET, melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Karenanya, pemerintah harus segera ambil sikap mengatasi fenomena tersebut. “Dinas Pertanian Kabupaten Bima harus segera turun lapangan untuk mengecek langsung harga yang dijual pengecer,” pintanya.
Salah seorang pengecer yang didatangi Jompa Mbojo, membantah menjual pupuk diatas HET. Diakuinya, dari setiap sak mereka hanya mengambil untung Rp10 ribu dari harga pembelian di distributor seharga Rp75 ribu persak.
“Kami menjual dengan harga Rp85 ribu per sak. Itupun sesuai permintaan masyarakat khususnya kelompok tani di setiap desa,” aku pengecer yang meminta tak disebutkan identitasnya.
Dia mengaku mendengar adanya oknum yang menjual pupuk diatas HET. Namun, katanya, penjualan tersebut bukan dilakukan oleh pengecer melainkan para calo yang memanfaatkan momen. “Tidak mungkin kami menjual harga setinggi itu. Karena kami juga kuatir di-black list oleh distributor jika melanggar ketentuan,“ akunya. (Joe)
No comments:
Post a Comment