text-align: left;"> KAMPUNG MEDIA "JOMPA - MBOJO" KABUPATEN BIMA: Limbu Disulap jadi Tambak Ikan Air Tawar
Info

SELAMAT DATANG

Di Kabupaten Bima, Komunitas Kampung Media pertama yang dibentuk yakni, JOMPA MBOJO. Pasca dikukuhkan di Kantor Camat Woha pada tahun 2009, Kampung Media JOMPA MBOJO secara langsung membangun komunikasi dengan DISHUBKOMINFO Kab. Bima. Pada Jambore Kampung Media NTB (15/9/2012), JOMPA MBOJO mendapatkan penghargaan pada kategori “The Best Promotor”, yang merupakan penilaian tentang peran serta Pemerintah Daerah dalam menunjang segala kegiatan Komunitas Kampung Media, dan juga dinobatkan sebagai DUTA INFORMASI.

Sekilas Tentang Admin

Bambang Bimawan, tapi biasa dipanggil Bimbim.

Wednesday 2 November 2011

Limbu Disulap jadi Tambak Ikan Air Tawar


Ilustrasi

Hamparan lahan kering dan tandus, khas utama dari areal persawahan bernama Limbu. Areal persawahan yang sejak jaman dahulu dikenal tidak produktif itu kini mulai beralih fungsi menjadi tambak ikan air tawar. Berikut catatan Jompa Mbojo oleh Mustamin.

Limbu seluas lebih kurang 50 hektar are hanya digenangi air saat musim hujan. Ketika kemarau, hamparan lahan tersebut kering kerontang dan dipenuhi rumput rumput liar. Praktis sepanjang tahun para pemilik lahan di wilayah setempat tidak bisa bercocok tanam. Ibarat disulap, Limbu yang berlokasi di Dusun Tani Mulya Desa Naru Kecamatan Woha tersebut mulai dipadati petak-petak tambak. Setidaknya 22 petak tambak sudah tertata rapi dan siap untuk menebar benih, kendati sebagian besar masih ada yang semi permanen.

Adalah Ruslan, warga Desa Naru-Woha yang mengklaim ide kreatif alih fungsi lahan tersebut berawal darinya bersama 3 orang temannya. Pada pertengahan tahun 1998 silam, mereka mulai bekerja keras untuk membuat kolam ikan air tawar secara swadaya, yang kemudian lama kelamaan membuat masyarakat lainnya berminat mengupayakan hal sama.


Tambak itu dibangun secara bertahap dengan segala keterbatasan biaya. Bahkan, mereka harus berutang untuk menyewa orang serta alat berat yang mengerjakan tambak itu. Ruslan mengaku, tambaknya seluas 30 are telah menghabiskan biaya tidak kurang dari Rp5,2 juta. “Itupun masih semi permanent. Tapi alhamdulillah sejak Tahun 2000 lalu Pemerintah Daerah Kabupaten Bima melalui Dinas perikanan sudah mulai melirik keberadaan kolam ikan di sini,” akunya.

Senada juga disampaikan Anwar Yusuf yang juga memiliki lahan di Dana Limbu. Dia mengakui adanya bantuan pembangunan sarana dari Pemda. “Tahun 2000 lalu saya salah satu dari dua orang yang mendapat bantuan proyek pembangunan kolam yang didanai Pemda sebesar Rp50 juta untuk tiap petak tambak. Dan tahun ini, Pemda kembali mendanai untuk dua orang lagi,” jelasnya.

Beda dengan H. Usman, warga Desa Nisa Kecamatan Woha yang juga mendapat bantuan proyek. Dia sangat bersyukur adanya dukungan dari Pemda terhadap upaya pembudidayaan ikan air tawar. Namun, dia tidak sependapat tentang proyek itu secara fisik “Saya lebih menyukai seandainya Pemerintah Daerah menghabiskan dana Rp115 juta untuk pembangunan 20 petak tambak semi permanent dari pada dengan biaya yang sama hanya dihabiskan untuk membangun 2 kolam permanent,” gamblangnya.

Sementara Kelompok budi daya ikan air tawar So Limbu, optimis dengan hasil yang akan dicapai kendati mereka tidak satupun berlatarbelakang pembudidaya ikan air tawar. “Latar belakang bukanlah kendala yang berarti, untuk tekhnis budi daya ikan air tawar dapat dipelajari sambil jalan. Yang diperlukan kerja keras dan kerja sama diantara sesama pembudidaya, sehingga kendala tekhnis maupun non tekhnis yang dihadapi dapat dipecahkan secara bersama,” jelas Azhar H. Wahab, SE penggagas sekaligus Ketua Kelompok Pembudidaya ikan air tawar So Limbu.

Azhar yang dikukuhkan awal Februari 2011 lalu ini menjelaskan, hasil analisa usaha yang dia lakukan, setiap Rp100 yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan Rp111. Menyinggung masalah masalah yang dihadapi pembudidaya saat ini, ia memaparkan dari 20 petak kolam yang sudah ada secara fisik saat ini, yang menjalankan kegiatan usaha baru 4 kolam.

“Kendala besar yang saat ini dihadapi, pengairan tambak yang hanya mengandalkan curah hujan. Tidak heran sebagian besar pembudidaya masih duduk manis menunggu turunnya hujan. Empat kolam yang telah beroperasi diairi dari sumur bor, itupun mereka beruntung karena mendapatkan mata air. Kendala klasik lainnya, masih penguatan modal usaha dan menambah pengetahuan tekhnis bagi para pembudidaya,” paparnya. (**)

No comments:

Post a Comment