text-align: left;"> KAMPUNG MEDIA "JOMPA - MBOJO" KABUPATEN BIMA: 80 Porsen Petani Di Woha Masih Tradisional
Info

SELAMAT DATANG

Di Kabupaten Bima, Komunitas Kampung Media pertama yang dibentuk yakni, JOMPA MBOJO. Pasca dikukuhkan di Kantor Camat Woha pada tahun 2009, Kampung Media JOMPA MBOJO secara langsung membangun komunikasi dengan DISHUBKOMINFO Kab. Bima. Pada Jambore Kampung Media NTB (15/9/2012), JOMPA MBOJO mendapatkan penghargaan pada kategori “The Best Promotor”, yang merupakan penilaian tentang peran serta Pemerintah Daerah dalam menunjang segala kegiatan Komunitas Kampung Media, dan juga dinobatkan sebagai DUTA INFORMASI.

Sekilas Tentang Admin

Bambang Bimawan, tapi biasa dipanggil Bimbim.

Thursday 28 November 2013

80 Porsen Petani Di Woha Masih Tradisional



Salahuddin, S.P
Sulit sekali merubah pola pertanian masyarakat yang secara tekhnis mereka terima secara turun temurun darigenerasi ke generasi. Padahal sudah bertahun-tahun banyak program bantuan yang dikucurkan. Disertai pula usaha penyuluhan yang gencar dilakukan oleh UPT Pertanian Kecamatan Woha. Tapi tidak kurang dari 80 % petani masih saja menggunakan pola tradisional ketimbang pola yang lebih modern. Demikian keluhan dari pihak UPT ketika pihaknya giat mengusahakan transformasi teknologi pertanian.

“Dari mulai pengolahan lahan sampai memasuki masa panen. Semuanya mereka (Petani, Red) masih melakukannya dengan cara-cara tradisional. Mereka lebih mempercayai tekhnik pertanian yang dilakukan oleh orang-orang tua mereka sebelumnya.” klaim Salahuddin, salah seorang pegawai UPT yang ditemui di kantornya (27/11) kemarin.


Lepas dari masalah kebiasaan, hal lainnya menurut Salahuddin adalah para petani terkesan tidak mau repot dan mereka mengganggap pola modern itu rumit, parahnya lagi mereka masih ragu-ragu dengan inovasi baru. Ia mencontohkan, misalnya pola tanam dengan inovasi jajar legowo. Mereka menganggapnya repot dan rumit, ada juga yang beralasan banyak tempat kosong dan itu dianggap petani sia-sia .

Dicontohkan Salahuddin pula tentang pupuk. Pihaknya sudah membagikan pupuk NHK tapi para petani malah menuntut pupuk urea karena mereka anggap pupuk urea lebih baik, padahal pupuk NHK lebih komplit kandungan haranya. Hanya masalah kebiasaan saja. “UPT juga dulu pernah memberikan bantuan pupuk kandang, tapi oleh petani bahkan ada yang digunakan untuk menimbun halamannya” imbuhnya.

Ironi lain yang ditemui UPT di lapangan adalah kebiasaan meniru petani yang salah. Salahuddin menuturkan, ada seorang petani yang memotong mata bajak dari mobil bajak yang baru dibelinya. Ketika ditanya alasannya, petani itu menjawab karena ia melihat mobil bajak lainnya (yang rata-rata sewaan) mata bajaknya rendah. Padahal mata bajak yang rendah itu adalah bentuk kecurangan pihak penyewa agar mempercepat tempo membajak tapi diikuti oleh petani. [Zul]

No comments:

Post a Comment