Nama lahirnya
Zulkarnain Gaffar, akrab disapa Zul Dewa. Ayah 2 oang anak yang mengabdi
sebagai guru honorer di SMPN 1 Woha ini adalah salah seorang penggemar
setia batu akik sejak Tahun 1985 silam. Sempat menggantung kegemarannya
Tahun 1995 karena mengurusi kuliahnya. Hingga kembali menggila awal 2013
lalu.
Awalnya Isteri Benci, Kini Tambah Sayang
Ternyata hobby batu cincin ini sudah menakik hatinya sejak lama. Jauh
sebelum fenomena batu akik “membumi” seperti sekarang. Ia sudah mulai
mengulik beberapa wilayah pegunungan yang tersebar di wilayah Kabupaten
Bima hingga Dompu mencari batu akik. Hingga ia, “Lupa segala,” kenang
Zul, saat ditemui di kediamannya di sela-sela kesibukannya memoles mata
cincin pesanan pelanggan yang mengantri, Jum’at (15/03).
Tak heran jika awalnya sang isteri sangat benci hobbynya ini.
Gara-gara batu akik, tak sekali saja Zul pulang malam setelah keluar
pagi. Tapi sekarang jangan ditanya. Gara-gara batu akik pula, suami dari
Sri Wardani itu, kini tak lagi keluyuran di luar rumah dan tambah
disayang isteri.
“Bagus sekarang. Dae Zul tidak lagi keluar rumah. Apalagi penghasilannya lumayan,” aku Dani sambil terkekeh senang. Apa Pasal?
Awalnya Memburu, Kini Memoles
Bermula dari keperluan sendiri. Batu akik mentah yang ia “boyong”
dari gunung, dibentuknya menjadi mata cincin sampai berkilau-kilau
menggunakan gerinda manual seadanya. Tak puas dengan kinerja gerinda
manual, Zul sempa menyewa mesin gerinda tangan untuk memperingan
pekerjaannya.
Melihat hasil kerja Zul, teman-temannya menjadi tertarik menggunakan
jasa polesannya. Makin lama makin banyak yang menggunakan jasanya.
Melihat peluang, tak lama kemudian ia lantas membeli gerinda tangan dan
gerinda duduk sendiri. Alhasil?
Jika dulu sesampai rumah, Zul hanya mendapat omelan dan muka mewek
isteri. Sekarang, berkat menggeluti hobbynya, Zul bisa membuat muka
isteri kembali berseri seperti awal kenal dengan menyumbang Rp. 300 ribu
hingga 400 ribu per hari untuk belanja dapur isteri dan keperluan
keluarga.
Dengan hanya di rumah, penghasilannya kini berkali-kali lipat
dibandingkan honornya yang tak seberapa dari mengabdi sebagai Guru BK.
Sehari ia bisa memenuhi pesanan 15-20 batu cincin, dengan upah Rp. 25
ribu per biji.
Awalnya Dikejar, Kini Dilepas
Melihat nomina yang mampu diraupnya kini sehari, Zul pun tak ragu
melepas 8 jam mata pelajaran yang diampu dan dikejar-kejarnya dulu di
salah satu sekolah swasta. Padahal ia sudah mengabdi selama 13 tahun di
sekolah tersebut. Seolah sertifikasi guru tidak lagi menarik minatnya.
Apalagi sang isteri yang dulu benci hobbynya, kini malah ikut-ikutan
memanfaatkan fenomena batu cincin. Lewat internet, Dani mempromosikan
batu cincin hasil polesan suami ke ribuan teman facebooknya. Tak
sedikit peminat yang langsung mengontak untuk membayar.
Awalnya Bima, Kini Jawa
Tak kalah dengan suami, baru beberapa bulan posting sejak akhir 2014
lalu. Dani kini telah berhasil “memasarkan” hasil kreatifitas Zul tidak
hanya sebatas wilayah Bima. Kini telah sampai ke Bali dan Kupang, bahkan
sampai ke Pulau Jawa. Sebut saja, Solo dan Yogyakarta.
Total batu cincin yang terjual secara online hingga kini telah
mencapai 50 biji. Harganya berkisar pada Rp. 100 ribu hingga 250 ribu.
“Tergantung kualitas,” kata Zul.
Dan itu baru batu cincin yang sudah jadi. Belum lagi batu akik mentah. Kesemuanya dikirim dan dibayar lewat jasa Kantor Post.
Melihat kemampuan dan hasil memanfaatkan fenomena batu cincin dari
pasangan suami isteri ini. Siapa lagikah yang masih mencibir ketika
melihat jari jemari para penggemar batu akik? (Adn)
No comments:
Post a Comment